It's Happy Line

Rabu, 30 Mei 2012

Time will tell


Hari kelulusan tiba. Murid-murid terlihat dengan berbagai ekspresi di wajahnya.
Di suatu sudut sekolah.
“Rey, matematika kita sempurna!”.
“Rey, kita akan masuk SMA yang sama kan?”
Hari penerimaan siswa SMA baru pun tiba. Murid-murid berebut mengantri di depan sebuah papan pengumuman yang berisikan nama-nama siswa yang diterima di salah satu SMA terfavorit pada zamannya.
“Rey, kita berpisah”.
“Rey, aku akan sering ke ruang kelas mu.”
Satu tahun pertama di SMA telah terlewatkan. Akhirnya para siswa menerima pengumuman mengenai kelas penjurusan. Ada beberapa yang memilih untuk pindah program kelas.
“Ah! Rey! Kita satu kelas!”
Tahun kedua dan ketiga sudah tidak ada lagi perubahan kelas. Siswa sudah harus berfokus pada kelas jurusannya masing-masing.
“Ra, aku butuh bersosialisasi di program kelas ini, bantu aku ya.”
“Ra, apa mereka bisa menerima ku apa adanya, tanpa melihat asalku?”
“Ra, rupanya duniamu di sini sangat menyenangkan untukmu ya”
“Ra, bisakah kita berbicara sebentar?”
Setengah tahun yang kedua di SMA telah terlewatkan.
“Rey, ada masalah apa? Kenapa diam?”
“Rey, kenapa seperti ini?”
“Rey...”
Memasuki tahun ketiga, siswa sudah seharusnya tidak lagi bermain-main karena ujian sudah semakin dekat.
“Rey, bukan ini yang aku inginkan”
“Rey, maaf”
“Ra, dalam persahabatan memang akan selalu ada ujian, kita lah yang harus bisa menyikapinya dengan tepat.”
Kelulusan pun tiba. Perpisahan terasa sangat mengharukan. Mereka semua kini berpisah meniti jalannya masing-masing.
“Rey, kini kita benar-benar berpisah dengan jarak yang jauh.”
“Ra, jarak bukanlah suatu masalah besar. Sambutlah kedewasaan di depan sana”
“Rey, terimakasih”
Gelar mahasiswa kini melekat pada mereka menggantikan gelar siswi. Mereka pun semakin dekat dengan impian mereka masing-masing.


Sabtu, 26 Mei 2012

Biru turquoise


Kala itu matahari sangat semangat memberikan sinarnya pada makhluk di bumi. Pancaran sinarnya sampai hingga menyerap pada kulit ini. Panas nya terasa menyelinap masuk hingga ke lapisan kulit ari. Puluhan kendaraan berbaris rapih seperti sedang mengantri untuk sesuatu, sesekali kendaraan-kendaraan itu jalan maju untuk menghapus jarak kosong yang ada dengan kendaraan di depannya. Kepulan asap menyebar disekitarnya. Kebisingan suara klakson semakin menghidupkan suasana di siang terik itu. 
Aku dengan segelas jeruk nipis dingin tengah duduk tenang menyaksikan pemandangan di luar dari sebuah jendela restoran yang tidak jauh dari jalan raya. Sesekali ku alihkan pandangan ku pada layar laptop yang berisi tulisan ku yang belum kuselesaikan. Saat mulai mengadukan jari-jemariku pada keyboard dan menuangkan ide-ide di pikiranku yang sejak tadi ingin melonjak keluar, tiba-tiba saja, PRANG!~ suara itu memecahkan keheningan suasana di tempat makan favoritku saat waktu istirahat kerja. Tidak lama kemudian disusul dengan suara teriakan seseorang yang jika didengar dari nada bicaranya, seseorang itu sedang marah. Seketika restoran itu menjadi ramai. Seorang pelayan terdengar mengemis minta maaf dengan nada yang sangat ketakutan namun disambut dengan hentakkan kasar dari orang yang berteriak tadi. Suasana makin ribut. Hingga kulihat seorang laki-laki berbadan tinggi besar dengan jas warna hitam pekat, dasi bermotifkan zebra, celana kain dengan potongan agak jadul, serta sepatu hitam mengkilap yang terlihat mencolok. Lalu terjadi percakapan antara pelanggan yang marah dengan laki-laki itu. Tidak lama kemudian keributan pun meredam. Entah siapa laki-laki itu dan apa yang diperbincangkannya. Setelah semuanya dirasa membaik laki-laki itu pun pergi meninggalkan si pelanggan. Ia melewati tempat di mana aku duduk. Sekilas aku melihat wajahnya. Terlihat angkuh dan menyebalkan. Mungkin dia bos dari restoran ini. Ah, lebih cocok sebagai seseorang yang berpura-pura menjadi bos pikirku. Tanpa menghiraukan itu lagi, aku menutup laptopku dan meneguk minumanku sampai habis. Jam tangan yang melekat di lengan kiriku meletakkan jarum pendeknya ke angka 1. Aku pun bergegas kembali bekerja. 
Memasuki ruangan dingin dengan meja, kursi, dan lemari kecil yang tertata sedikit berseni. Rasanya kejadian tadi masih melekat pada pikiranku, bahkan sosok lelaki itu masih terbayang. Hal yang tidak penting dan seharusnya tidak sampai teringat hingga ruang kerjaku. Aku pun kembali fokus bekerja.
Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu ruanganku. Segera aku mempersilahkan masuk. Muncul seorang wanita dewasa dengan mengenakan jas abu-abu dan bawahan rok span yang tersetrika sempurna, suara ketukan sepatu haknya menghentak hentak di ruangan. Di tangannya terlihat selembar kartu, semacam kartu undangan ulang tahun atau semacamnya berwarna biru turquoise. Segera ia meletakkan kartu tersebut di mejaku lalu keluar. Rupanya sebuah undangan. Ah, biar ku buka nanti saja. Paling-paling undangan peresmian gedung baru pikirku. 
Hari memasuki sore, jam dinding terus berdetak dan kulihat jarum pendeknya menunjuk ke angka 4. Cahaya matahari tidak lagi terlihat semangatnya dalam memberikan sinarnya. Waktunya untuk pulang. 

Sebulan berlalu.
Akhirnya memasuki bulan Januari. Cuaca semakin tak menentu dan tidak bisa diterka. Selalu sedia payung untuk mengantisipasi turunnya hujan. Aku sedang mempersiapkan perjalanku untuk ke luar kota untuk satu bulan penuh dalam misi kerjaku yang baru. Sebelum berangkat aku menyempatkan diriku mampir ke restoran favoritku. Duduk di kursi dekat jendela yang membuatku bisa melihat ke luar degan jelas. Kali ini aku tidak memesan jeruk nipis, karena perjalananku yang lumayan memakan beberapa jam perjalanan, aku memutuskan untuk memesan kopi hangat saja. Aroma kopi restoran ini sangatlah khas. Aku pun sangat menikmatinya. Aku melihat sekelilingku dan mulai berpikir untuk satu bulan aku tidak akan berkunjung ke sini. Hal yang biasa saja seharusnya, namun bagiku yang menghabiskan 5 hari dalam seminggu untuk selalu menyempatkan diri ke tempat favoritku ini sangatlah tidak biasa. Bukan hanya sajian makanan dan minumanna yang aku sudah kenal baik, akan tetapi staf dan pelayannya juga aku akrab dengan beberapa diantaranya. Suasananya pun sangat menenangkan, entah sesuatu apa yang membuat ku melepaskan semua penatku saat nerkunjung ke sini. Ah, rupanya tenggelam dalam lamunanku membuat kopiku dingin dan dengan segera kuhabiskan lalu bergegas pergi. Saat akan keluar aku berpapasan dengan sesosok laki-laki yang sepertinya pernah aku lihat. Kulihat ditangannya sebuah kartu berwarna biru turquoise yang tiba-tiba saja membuatku ingat pada kartu undangan berwarna sama yang saat itu aku dapatkan dan belum aku lihat hingga sekarang. Rupanya saat itu aku lupa memasukkan kartu itu ke dalam tasku. Dan keesokan harinya sudah pasti mejaku rapih dan bersih dari berkas-berkas hari sebelumnya. Entah mengapa perasaan ini sangat menggangguku. Rasa penasaranku menguasai pikiran. Aku sangat yakin kartu itu berwarna sama percis. Sebenarnya kartu apa itu. Berusaha menyingkirkan sejenak pikiran itu aku bergegas memulai perjalananku.
Dalam perjalanan aku terus memikirkan kejadian pagi tadi di restoran. Setelah satu jam perjalanan,ku pikir aku butuh untuk menjernihkan pikiranku. Lalu aku mampir pada sebuah sport center karena teringat akan adikku yang menginginkan kacamata renang baru. Terlihat sangat megah. Warna biru muda yang memenuhi bangunan tersebut sangat menyegarkan mata. Saat masuk, aku tak sengaja menabrak seorang wanita. Wanita itu memakai dress biru yang menawan dan sangat feminine. Sepatu haknya membuat ia terlihat lebih tinggi. Wajahnya cantik dan anggun. Tidak terlihat make-up yang berlebihan di wajahnya. Sadar dari lamunanku, dengan segera aku meminta maaf padanya. Lalu ia pun menyambut ku dengan sedikit tergesa-gesa, sepertinya ia hendak pergi ke suatu acara yang sangat penting. Terlihat dari raut wajahnya yang seakan mengatakan ‘demi apapun aku tidak ingin terlambat dalam acara besarku yang satu ini’. Dia pun segera meninggalkanku. Dari dalam ruangan aku masih memperhatikan wanita tadi. Aku merasakan aura yang menenangkan. Suaranya yang samar-samar terdengar saat itu membuatku merasa seperti tidak asing bagiku suara itu. Sambil mencoba mengingat-ngingat aku terus memandangi wanita yang berjalan tergesa-gesa itu. Betapa kagetnya aku, saat melihat tangannya memegang sesuatu. Sesuatu itu berwarna biru turquoise. Ah, mungkinkah itu kartu yang sama. Ingin sekali mengejarnya akan tetapi sudah tidak mungkin. Ia sudah masuk ke dalam mobil megahnya. Dan pergi.


Sejak saat itu aku masih tidak bisa menghapus rasa penasaranku akan kartu biru turquoise. Aku merasakan sesuatu yang telah aku lewatkan, sesuatu yang akan sangat berarti dalam hidupku. Pernah seminggu penuh aku tak henti-hentinya menanyakan keberadaan kartu itu pada yang biasa membantuku merapihkan berkas-berkas di mejaku. Akan tetapi tetap saja tidak ada yang ingat karena memang sudah sebulan sejak aku meninggalkan kota ini. 
Suatu hari aku memiliki pekerjaan yang harus segera aku selesaikan, rupanya sangat banyak membutuhkan referensi. Ku ambil buku buku yang sekiranya dapat membantuku dari rak buku yang menjulang tinggi di pojokan ruang. Kuambil buku-buku itu dengan cepat. Tiba-tiba saja sesuatu terjatuh. Aku segera berhenti dan mencari yang terjatuh itu. Kutemukan selembar kartu biru turquoise. Dengan segera aku memungutnya lalu kubuka dengan tidak sabar isi dari kartu tersebut. Kubaca dengan perlahan dan teliti. Tiba-tiba saja air mata ini mulai menetes. Menetes dan terus menetes. Semakin deras hingga membasahi kartu biru turquoise dan membuat buram tulisan di dalamnya.


Sisi lain.
Sebuah ruangan yang dipenuhi dengan hiasan berwarna biru tirquoise terlihat sangat memukau setiap pengunjungnya. Entah seberapa penting arti warna tersebut hingga memenuhi setiap sudut ruangan. Orang-orang di ruangan terlihat semuanya penuh dengan muka bahagia. Sepertinya sangat asik membicarakan sesuatu. Seakan tidak pernah habisnya obrolan diantara pengunjung-pengunjung tersebut, sehingga tidak sekejap pun ruangan terdengar hening dari suara tawa dan canda. Di satu sisi dinding terpampang sebuah spanduk besar yang berisikan foto-foto. Terlihat di dalam foto-foto tersebut wajah-wajah yang jauh lebih muda dari orang-orang yang berada di ruangan saat itu. Dan terlihat di bawah foto foto tersebut kalimat yang bertuliskan "The most memorable, fantastic, and the funniest moment in our insane family".  


Kamis, 24 Mei 2012

Just try it

Bismillahhirrahmanirrahim

Hellooo awesome may! 
How's live?
Still afraid of failure? ah! I don't think so~